Kamis, 01 Desember 2011

High School Paradise Fanfict



 Author : Yun Jaejoong Cassiopeia (Me)


SIJU (sid-jules)MOMENT
Hohohoho, author senyum-senyum sendiri (gila), nggak rela kalo cerita HSP and LU ditamatin, masih mau baca kelanjutannya, hehehe, bahkan nggak apa-apa deh kalo misalnya HSP-LU dibuat jadi sinetron, nggak bosen juga ngeliat tampang-tampang mereka, apa lagi tokoh favoritnya author SIJU, hehehehe, ini hanya cerita fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama tokoh de,el,el harap dimaklumi (bener nggak ya itu dibilang di awal-awal sinetron?) ah peduli amat, kalo mau baca ceritanya, cekidot aja deh! Lets go! (www.gaje@gila.setres.co.id :D)

>> Julia’s story
“sid!!” panggil Julia sambil berlari kearah sid yang baru saja datang, lalu menggandeng tangannya, lando, cokie, dan rama, hanya bisa geleng-geleng kepala dengan kelakuan dua orang itu.
“apa?!” tanya sid
“mmm… temenin gue jj donk ntar sore, yayayaya?” kata Julia sambil mengedipkan kedua matanya.
“nggak bisa?”
“yah…sid, kenapa sich? ayolah” rengek Julia masih dengan tampang memelas.
“aduh jules, nggak bisa…gue disuruh jagain bayi yang tidak diharapkan dari godzila itu” tampangnya sid langsung berubah kusut setelah mengatakan hal itu, dia melepaskan gandengan tangan Julia, lalu berjalan menuju kelasnya.
@o@
Sorenya…
Karena hillarious terpaksa ditutup, karena rama dan keluarganya akan pergi kepesta. Sebenarnya rama menolak ajakan itu, tapi ia terpaksa menuruti keinginan kedua orang tuanya. (Apa hubungannya ya? Ada acara pesta sama hilarious ditutup, hahaha, gaje.com)
                “oii! Jules!!” panggil zai yang langsung berlari kearah Julia.
                “hai!” Julia melambaikan tangannya
“ngapain lo disini sendiri? Rambut pirang itu dimana?” tanya zai celingak-celinguk mencari keberadaan rambut pirang yang dimaksudkan.
“dia nggak ada disini, gue pengen jalan-jalan ajja, udah lama nggak kesini, hehe” kata Julia cengengesan
“gue tebak, sipirang itu nggak mau nemenin, iya kan? Kalo gitu gue aja yang nemenin” belum sempat Julia menolak, zai sudah menariknya berdiri dari tempat duduknya, lalu berjalan mengelilingi taman. (kurang kerjaan banget ‘–.-)
Acara jalan-jalan Julia_Zai dihabiskan dengan tawa dan canda, tiba-tiba Zai menarik lengan Julia, menyuruhnya berhenti, dan bersembunyi dibalik pohon yang lumayan besar bisa menutupi kedua orang ini.
“sid…” cewek itu memegang kedua pipinya sid
“i..itukan amel” kata Julia lirih, entah kenapa perasaannya campur aduk, sedih, sakithati, tidak percaya, dll. dia selalu melihat sid dan amel jalan berdua, di mall, pulang sekolah sid selalu menjemput amel, dan sekarang DITAMAN!!!
Amel memegang kedua pipinya sid, mengelusnya lembut, sementara itu, sid hanya diam saja, dia tidak menolak, bahkan dia juga terlihat menikmati, sambil menatap amel lekat-lekat.
butiran air mata sudah mengaliri pipinya Julia(lebuy), zai menatapnya kasihan. Menit berikutnya, amel berjinjit, semenatar sid membungkukkan badannya, merespons keinginan amel untuk menciumnya.
Zai menutup mata Julia menghindarinya dari pemandangan menyakitkan itu, dia memeluk Julia, membiarkannya menangis didadanya.
@o@
TOK!TOK!TOK! 
“Permisi” suara orang dibalik pintu
“pasti kak sid” tebak tasya semangat, dia berlari menuju pintu hendak membukanya.
“selamat malam, benar ini rumah keluarga Julia? (author nggak tau nama bapaknya jules :D)” tanya seorang, eh! dua orang laki-laki bertubuh besar, memakai jaket hitam,dan kacamata hitam mirip seperti FBI yang sedang memburu teroris, tasya terpaku melihat orang didepannya, bisa dibilang takut.
“siapa ta?” tanya ibunya Julia, lalu menghampiri tasya yang masih berada dipintu. “ada apa?” tanyanya kemudian kepada dua laki-laki itu.
“boleh kami masuk dulu?” tanya salah seorang dari mereka. Dengan berat hati ibunya Julia mempersilahkan mereka masuk.
“ta, panggil papa” seru ibunya Julia, tasya pun pergi memanggil papanya yang sedang berada dikamar. Setelah melaksanakan tugasnya, dia berlari menuju kamar Julia, membangunkannya secara paksa. Julia yang dibangunkan seperti itu langsung marah-marah.  Tasya membekap mulutnya, lalu menarik Julia menuju kamar tamu, (niatnya sich untuk nguping pembicaraan, siapa juga yang nggak penasaran dua orang tak dikenal bertamu malam-malam, yang pastinya mempunyai maksud tertentu?)
“begini pak…bla…bla” kata salah satu dari mereka, yang juga dibenarkan oleh anggukan dari yang lain.
“tapi, saya sudah membayar semuanya, bahkan rumah dan apartement saya kalian sudah mengambilnya, lalu apa lagi yang kurang?!” kata papanya Julia sedikit membentak.
Julia menggigit bibirnya, sementara tasya sudah memeluk Julia sedari tadi.
“itu belum cukup, terpaksa kami akan mengambil rumah ini”
“tidak bisa! Semuanya sudah saya bayar, apa kalian punya bukti akan pengambilan rumah ini?!”
Laki-laki tak dikenal itu menyerahkan berkas-berkas yang dilapisi map berwarna merah kepada ayahnya Julia.
“baiklah” katanya pasrah
“pa…” ayahnya menggenggam tangan ibunya, bermaksud menenangkannya, dia sudah pasrah, karena tidak mungkin lagi untuk melawan dua orang itu.
“rumah ini harus dikosongkan besok” kata mereka, lalu brangsur pergi dari rumah Julia.
“ma, pa” kata Julia yang baru keluar bersama tasya dari persembunyiaannya.
“ju, maafin papa” katanya lalu memeluk Julia. Sementara ibunya berusaha menenangkan tasya, yang sedari tadi sudah menangis.
“Julia, maafin papa, kamu pasti sudah mendengar sendiri, kita harus pindah, dan…dan kamu juga harus meninggalkan beasiswa mu di athens” kata papanya sedih
“tapi pa, Julia masih ingin sekolah disana, Julia nggak mau pindah, lagipula sia-sia saja beasiswa Julia disana” Julia tidak mau meninggalkan sekolahnya, selain mempunyai banyak kenangan indah diathens, 5 bulan lagi dia akan menghadapi Ujian Nasional, sangat disayangkan apabila sekarang dia harus pindah sekolah. 
“ju, maafin papa, tapi kali ini papa mohon sama kamu, setelah urusan ini selesai, papa janji akan balik lagi, lalu menyekolahkanmu di Athens”
“pa, Julia akan ujian 5 bulan lagi, sia-sia saja usahanya Julia selama ini” Julia bersikeras menentang permintaan papanya, walaupun sebenarnya dia tidak tega sama sekali.
“Julia, kami tau ini sangat berat untukmu, begitupun dengan kami, tapi ini terpaksa julia, mengertilah” ibunya mengelus-elus pundak Julia, meyakinkannya.
“ma…”
“Julia maafin mama, kali ini mama nggak tau harus bagaimana, mengertilah Julia, mama mohon, kita akan pindah kerumah eyang kakung selama masalah ini belum selesai” mamanya masih meyakinkan Julia.
“ma…”
“kak juju…” tasya memotong perkataannya, sambil memeluk Julia. Julia mendesah, lalu mengangguk pelan.
“terima kasih julia, papa janji akan membereskan semua ini secepatnya” katanya kemudian menepuk pundak Julia. Ingin rasanya Julia berteriak : KENAPA SEMUA INI BISA TERJADI KEPADAKU!!
@o@
                Julia menekan beberapa nomor di HPnya berusaha menceritakan masalahnya sekaligus berpamitan kepada sahabatnya.
“halo jules? Kenapa?” tanya aida dari seberang sana
“mmm…”Julia masih ragu untuk menceritakannya, tapi dia tidak ingin melihat aida khawatir, kalau besok ia tidak masuk sekolah. “gue…”
“aidaaaa!” panggil mamanya
“bentar ma!” jawanya lalu kembali mendekatkan handphonenya ketelinga. “kenapa jules?” tanyanya sekali lagi
“gini, besok….”
“aidaaaa!”panggil mamanya lagi, aida kembali menjawab ya.
“lo sibuk ya ai?” tanya Julia merasa telah mengganggu
“nggak juga sich, Cuma mau nemenin mama aja pergi ke supermarket, kenapa dengan besok?” tanya aida mempercepat kata-katanya. Mamanya sudah berkacak pinggang melihatnya masih berdiri ditempat semula.
“besok aja deh, lo temenin nyokap gih sana” katanya lalu meneal tombol merah dihpnya. Julia mendesah, lalu kembali menghubungi via.
“yo, napa jules?” tanyanya
“vi…”
“mbk, semuanya berapa?” tanya salah seorang yang diduga Julia adalah langganan catteringnya via.
“bentar jules” diseberang sana, via sibuk menghitung-hitung biaya yang harus dibayar oleh langanannya itu.
“lanjutin aja dech vi” Julia menutup telponnya, kembali ia mendesah, lalu tersenyum pahit. Dia menimbang-nimbang untuk memberitahu rama, mereka harus tahu supaya mereka tidak hawatir nantinya. Tapi apakah mereka akan menghawatirkannya? Seperti perkiraannya Julia?
“halo rama” kini giliran Julia yang berbicara setelah telponnya di jawab
“napa jules?”
“woii! Rama, buruan!, ketinggalan lo ntar” panggil kakaknya
“berisik lo!, kenapa jules?” tanyanya mengalihkan pembicaraan dari kakaknya ke Julia
“mmm…nggak ada” katanya lalu menutup telpon. Julia tersenyum lebar.pahit. semua orang pada sibuk semua, nggak apalah, mungkin gue aja yang ke GRan, merasa kalau mereka menghawatirkan gue, katanya dalam hati lalu tertawa pelan.
“kak juju..” tasya menarik baju Julia
“bentar lagi ya, kak juju mau telpon kak sid bentar” Julia menekan nomor yang memang sudah diluar kepala baginya, walau bagaimanapun sid masih berstatus sebagai pacarnya, dia berhak tau masalah Julia, walaupun memang dia nggak mau tau. Rasa sakit hatinya melihat kejadian di taman kemarin, dilupakannya sebentar, dia ingin memperjelas hubungannya.
“halo… sid?” tanya Julia
“ehm…” katanya tanpa mengeluarkan kata-kata, Julia berpikir, sid memang tidak berniat sama sekali untuk menjawab telponnya.
“gue mau bilang kalo….”
“gue juga mau ngomong, kayaknya kita udah nggak cocok lagi, kita putus aja ya?” katanya memotong pembicaraaan Julia. Tanpa sadar Julia mematikan hpnya.
Deg!
Dugaannya selama ini benar, sid menjauhinya karena sudah tidak menyukainya lagi. Julia menangis! Membuat tasya heran melihatnya. Biasanya kalau Julia ataupun sid yang menelpon, mereka selalu tertawa. Tapi tidak untuk hari ini.
“kak juju kenapa? Kak sid bilang apa?” tanyanya kemudian, Julia tertawa pelan sambil menyeka air matanya
“kami udah putus tasya” katanya pelan, mengelus rambut tasya, lalu menggandengnya menuju kedua orang tuanya yang sudah menunggu didepan rumah, dengan beberapa koper, dan tas yang berada didepan mereka.   
“tasya benci kak sid!” katanya lalu menangis. Kedua orang tuanya hanya menatap dua anak mereka kasihan. Kali ini nasib tidak memihak kepada mereka.
@o@
Di sekolah…..
“loh, jules mana ai?” tanya rama memperhatikan seisi kelas, mencari-cari keberadaan Julia.
“nggak tau juga, tuh anak kamana ya? Tumben nggak masuk, nggak bilang-bilang, eh tapi kemaren dia nelpon, tapi nggak tau dia mau bilang apa, dia matiin telponnya duluan” kata aida menutup buku bacaannya lalu melakukan hal yang sama dengan rama.
“gue juga di telpon” rama menatap aida, rama mengeluarkan HP dari saku celanya, bermaksud menelpon Julia. Nihil, tidak ada jawaban hanya suar operator saja.
Nomor yang anda tuju belum terpasang, bla…bla…
Rama mencoba menghubungi kembali, aida melakukan hal yang sama, setelah tidak menemukan jawaban, keduanya lalu menatap sid bersamaan.
“Julia kemana sid?” tanya aida penuh harap
“nggak tau” jawab sid, lalu beranjak pergi dari kelasnya, entah kemana.
“aneh tu orang, bininya sendiri dia nggak tahu” cokie menyahut sambil menggelengkan kepalanya, heran. Tidak biasanya pasangan sejoli itu seperti sekarang
“coba telpon rumahnya” lando menyarankan. Sia-sia saja semuanya nihil. Mereka masih penasaran kenapa Julia nggak masuk sekolah.
Lama setelah bel tanda istirahat berbunyi, keempat orang itu menemukan sid di kantin, lalu duduk disampingnya.
“eh ai, Julia mana?” tanya via yang baru saja datang. Cokie menggeser dudunya, mesikan untuk via, dia menepuk bangku itu pelan, menyuruh via untuk duduk disampingnya.
“nggak tau, kami udah ngehubungin dia, tapi nggak bisa” kata aida pasrah, diikuti oleh anggukan mereka, kecuali sid tentunya. Dia masih tertunduk menatap meja dengan pandangan kosong.
“dia nelpon kemaren, tapi nggak tau ada apa,sid, Julia mana?” tanya via heran melihat sid yang sedari tadi terus diam.
“nggak tau, heboh banget sih lo-lo pada, baru nggak masuk sehari hebohnya melebihi penonton sepak bola” jawabnya ketus
“elo kan pacarnya, jadi wajar donk gue nanya sama lo” kata via sewot
“dia bukan pacar gue!” katanya menekankan kata terakhirya itu. lalu pergi. Mereka hanya menatap kepergian sid dengan ekspresi berbeda, kesel, marah, dongkol, ingin rasanya mereka melempari sid dengan batu yang besarnya sama dengan sekolah ini. Hehe, lebuy banget dah :D.
@o@
Hilarious…
                “Julia mana?” tanya zai yang terlihat berlari kecil menuju hilarious menghampiri kelima orang yang berada di kursi kebanggaan mereka
                “kami juga lagi mikir dia kemana” jawab aida yang terlihat cemas
“gue barusan kerumahnya, sepi banget, bahkan pintunya ada tulisan DISEGEL (bener nggak kalimatnya? ‘–.-)” kata zai mulai panic, wajah mereka juga sama panicnya seperti zai, kecuali sid.
“lo kan pacarnya, seharusnya lo tau dong dia kemana” kata sid santai tidak terdengar panic dari cara bicaranya. Perkataan itu tentu saja ditujukan untuk Zai
“maksud lo apa?!” zai menatapnya tajam, sementara wajah-wajah yang menyaksikan perdebatan kedua orang yang secara tiba-tiba ini, membuat mereka jadi bingung.
“ngaku aja lo, lo uda pacaran kan sama si Julia, lo nggak perlu nutupin deh, gue udah putus sama dia,jadi nggak perlu ngelak kayak gitu” sid membalas tatapan tajam zai
“lo mutusin Julia? Brengsek lo, seharusnya dia yang mutusin elo bukan elo yang mutusin dia!” zai menarik kerah baju sid, membuatnya berdiri.
Dengan cepat sid melepaskan cengkraman zai dari kerah bajunya. “terserah gue mau apa, puas kan lo sekarang!” sid beranjak pergi, namun lengannya ditarik oleh zai.
“sadar nggak sih elo udah nyakitin dia! Tega lo sid, lo ciuman sama si amel didepannya! Kalo tau lo sifat lo kayak gitu, gue nggak mau nyerahin Julia sama lo!” katanya tanpa menatap sid.
Semuanya tidak ada yang berbicara. Masih tidak percaya sid melakukan semua itu.
“terus apa urusannya sama lo!” kata sid tidak mau kalah.
“jadi urusan gue sekarang! Lo ngeduain dia!” zai benar-benar membentak rama. Seketika semua mata yang berada di hilarious tertuju pada dua orang itu. untungnya pengunjung tidak terlalu rame.
“dia juga ngeduain gue sama ELO!” sid menunjuk dadanya zai
“udah!, lo berdua nggak malu diliatin berantem, duduk lo!” perintah lando yang baru mengeluarkan suaranya.
Zai menatap seisi cafe lalu duduk disamping rama, sementara sid harus ditarik secara paksa oleh cokie, baru mau duduk, ditempatnya semula, disamping kanannya lando.
“masalahnya nggak akan selese kalo kalian terus bertengkar, lebih baik lo ngomong baik-baik, sebenarnya ada apa?” rama menasehati
“gue mutusin julia” jawab sid
“kenapa?” tanya aida masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya
“karena gue nggak suka setiap hari dia selalu pergi sama DIA!” kata sid tajam, tatapannya tertuju pada Zai.
“gue yang minta dia nemenin gue pergi! dia selalu cerita tentang elo, yang mulai ngejauhin dia!, sadar nggak sih lo,udah berapa kali dia ngeliat elo jalan sama amel?! Bahkan elo tega, ciuman didepan matanya!” benatk zai
“bener itu sid?” tanya rama, sid merunduk lalu menatap kerah zai lagi, dia tidak ingin hanya dirinya sendiri yang disalahkan
“lo juga, kenapa peluk-peluk dia didepan gue!”
“dasar pirang sableng! Gue nenangin dia begok!, gue nggak akan ngasi liat pemandangan yang menjijikkan lo itu!, sableng! Sableng! Lo pikir gue secepat itu ngerebut pacar orang?! Julia nggak suka sama gue! Dia sua sama ELO! Gue heran kenapa dia bisa suka sama cowok imut, pirang sableng, begok kayak lo” kata zai melanjutkan celaannya, sambil menggelengkan kepalanya.
Sid memelototinya geram. Enak aja dia bilang sid seperti itu. sementara cokie terkikik geli mendengar celaan yang disebutkan oleh zai. “sepertinya cemburu udah menguras hati elo sid” katanya masih tersenyum geli.
“terus sekarang Julia diamana zai?” tanya aida kemudian
“pindah kerumah eyang kakungnya, rumahnya disita lagi sama orang yang dulu udah nipu bokapnya, gue nganter mereka sekeluarga tadi pagi, dia juga cerita dia udh nelpon kalian, tapi dia nggak mau ganggu kalian, dan dia cerita tentang  si Sableng yang udah mutusin dia!” katanya menekankan kalimat itu kepada sid.
Sid menunduk, merenungi semua perbuatannya.
“anterin gue kesana” kata sid merasa bersalah
“nggak!, dia nggak mau ketemu sama lo!, bahkan tasya pun yang kecil bersumpah kalo ketemu elo, dia akan nyiram elo sama tinta pulpen supaya rambut pirang sableng elo itu jadi item!” zai tersenyum sinis kepada sid. Rama, lando, aida, cokie, tertawa mendengarnya, bahkan lara, dan via yang sedang menyajikan makanan kepada pengunjung yang baru datang tersenyum geli mendengarnya.
“jangan panggil gue sableng!” bentak sid marah
“peduli banget sama lo! Oh ya, dia nitip salam sama kalian kecuali si sableng itu tentunya, katanya dia minta maaf kalo misalnya buat kalian hawatir” kata zai tersenyum sambil melirik kearah sid yang masih menunduk.
“terus sekolahnya gimana?” kata lando memecah keheningan
“untuk sementara, dia nggak sekolah, sampe masalah mereka bener-bener selesai”
“anter gue kerumahnya!” perintah sid sambil menarik lengan zai. Zai memberontak, dia mencoba melepaskan cengkraman itu, tapi tidak berhasil, cengkramannya sid terlalu kuat untuk dilepaskan
“udah gue bilang, dia nggak mau ketemu ELO!” zai menghentikan langkahnya. “lepasin nggak tuh tangan lo! Gue bukan kambing yang bisa lo tarik semau ELO!” bentaknya keras.
“mending lo anterin dia gih sana, bisa-bisa dia ngancurin café gue kalo lagi marah” sahut rama sambil tersenyum. Lalu diikuti oleh anggukan keempat orang itu.
“gue nggak tanggung nih kalo sampe Julia bawain lo kapak wiro sableng kalo ketemu lo!” kata zai tersenyum
“cerewet” sid menarik zai menuju motornya.
“cabut!”  kata lando bangkit berdiri
“kemana?” tanya rama heran melihat reaksi lando yang tiba-tiba itu.
“lo pada nggak mau liat apa yang terjadi selanjutnya?” lando mengangkat sebelah alisnya sambil tersenyum.
“gue ikut!” kata cokie bersemangat
“ok, lara, ayo, kita jangan sampe ngelewatin apisode selanjutnya” kata rama yang sudah melihat para pengunjung sudah tidak ada ditempat mereka lalu beranjak pergi mengikuti zai.
@o@
                “kak juju, jangan ngelamun gitu dong!” teriak tasya ditelengi Julia yang membuat gendang telinganya hampir meledak.
                “tasya!!!” teriak Julia, tasya melebarkan senyumnya sambil berlari menyusuri jalan kecil diantara kebun teh milik eyangnya. Julia mengejarnya. Langkahnya terhenti saat tasya menabrak orang didepannya, laki-laki yang jauh lebih tinggi darinya. Tasya mendongak, dia terkejut, lalu berbalik, berlari kearah Julia yang sudah lebih dulu menghentikan acara kejar-kejarannya. Tasya bersembunyi dibalik kaki Julia, tasya beranggapan kalau sid adalah genderuwo yang bersia-siap menangkapnya.
                “Julia, gue…” sid mendekat, sementara Julia dan tasya terus mundur, sid memperhatikan reaksi mereka dengan tatapan bersalah, dia ingin memeluk Julia! Memohon supaya cewek itu kembali padanya.
                Julia tidak menatap sid, dia menatap zai dengan pandangan ingin membunuhya, sementara zai mengangkat kedua tangannya, mengisyaratkan kalau dia mememinta maaf telah melanggar janjinya. Tak lama kemudian, lando, rama, cokie, aida, lara dan via datang. Mereka menatap Julia dengan senyuman.
                “Julia…” sid melangkah lambat, Julia masih berusaha menghindar, sementara tasya sudah berlari terbirit-birit seperti dikejar setan kearah tujuh orang yang berada dibelakang sid. Tinggal Julia seorang yang menentukan apa yang harus dilakukan sekarang.
                “berhenti nggak!” ancam Julia, yang seketika itu membuat langkah sid berhenti.
“Julia…gue”
“gue nggak mau ketemu sama lo, pergi!” katanya kemudian. Julia tidak bisa berlama-lama untuk tidak menyapa sid, dia masih menyukainya, tapi sid perlu mendapat balasan yang setimpal sama perbuatannya.
“gue minta maaf jules…” sid menatap Julia,melangkah pelan, menyakinkannya bahwa dia tidak akan menghianatinya lagi.
“berhenti nggak!” bentak Julia, matanya sudah berkaca-kaca lagi, setiap melihat sid, selalu terbayang kelakuan-kelakuan buruknya.
Julia berlari secepat mungkin, dia tidak ingin melihat sid! Sid repleks langsung mengejarnya, dia berhasil mendahului Julia, sid berhenti didepannya, ketika Julia sudah berbalik mencoba kabur, sid menarik tangannya, merengkuhnya dalam pelukannya, Julia meronta, mencoba melepaskan pelukan itu, tapi tidak berhasil, pelukan sid terlalu erat, membuatnya sulit bernafas.
Dia mendengar isak tangis! Sid menangis! Sid menangis dipundak Julia.
“jangan pergi lagi!” katanya disela-sela tangisnya
Julia menunduk menyembunyikan wajahnya didada sid
“kamu memang harus pergi sid, benar katamu, kita udah nggak cocok lagi” kata Julia pasrah, dia tidak boleh menyesali perkataannya, dia harus bisa menerima semuanya,dia tidak ingin disakiti untuk kesekian kalinya.
“nggak! Gue nggak mau!” sid menarik bahu Julia, menatap cewek yang masih menunduk itu lekat-lekat. “liat gue!” perintah sid, namun tidak ada respon dari Julia, sid yang tidak sabar lagi, mengangkat dagu Julia menghadapnya. “gue tau, gue emang egois, tapi jules, gue nggak siap untuk pisah sama lo, please?”
Julia menggeleng. “amel, lebih baik dari pada gue, dia cantik, pintar,kaya, sedangkan gue nggak ada apa-apanya dibanding dia, lo lebih baik bersamanya” Julia menatap sid, tatapan sedih, membuat air matanya perlahan mengaliri pipinya.
Sid menyeka air mata Julia, mengelus lembut pipinya, lalu memeluknya lagi, dia tidak ingin berpisah lagi dengannya. Cukup untuk yang sudah berlalu, dan memulai yang baru untuk sekarang.
“lo yang paling baik buat gue, nggak ada yang lain, maafin gue, gue masih cinta sama lo, balik lagi yak? Kalo nggak mau….gue nggak akan ngelepasin pelukan gue sampe lo mati, dengan begitu si zai itu nggak akan bisa dapetin lo!” ancam sid, yang membuat Julia tersenyum, ingin rasanya dia tertawa mendengar kaliamat sid barusan.
“eh sableng! Lo ngomong apa sama jules, mati lo nanti gue tebas pake kapak 1212 sodara lo!” kata zai mengancam, mereka semua kontan tertawa mendengar kalimat-kalimat itu.
“woii sid!! Lepasin tuh pelukan, bikin ngiler aja!” kata cokie cengengesan yang langsung mendapat pukulan dikepalanya oleh via.
“kak sid,” kata tasya malu-malu dari belakang tubuhnya sid yang masih memeluk Julia. Mendengar panggilan tasya, sid melepaskan pelukan itu, lalu menghadap tasya, dia ingat kaliamat za waktu di hilarious tadi.
Sid menunduk menyeimbangi tingginya dengan tasya, tanpa keraguan tasya menyiram kepala sid dengan air pencucian batik yang berwarna hitam itu yang membuat rambutnya basah, dan menjadi hitam oleh air seperti harapannya tasya. Tasya langsung berlari sambil menarik tangan Julia menghindari amukan sid!.
“tasya! Juliaaaaaa! Berenti nggak!” ancamnya sambil mengejar mereka
@o@
                Begemana? Begemana? Gaje banget kan! Hehehehe,author emang lagi stress, jangan lupa kritik and sarannya ya?!
And terima kasih buat k ori yang udah buat novel HSP_LU! Tereak dari ujung menara eifel, hahahaha
  

 

               

STILL 2nd


Author : Yun Jaejoong Cassiopeia
Still 2nd Half (My Creation)

                Welcome To Mahameru!            
               
Sebelumnya, ada yang perlu diketahui, disini pendakiannya hanya berenam, tidak mengikut sertakan anggota Maranon, ceritanya, mereka membatalkan pendakian untuk bulan ini, sementara Rei tidak mungkin mengingkari janjinya untuk membawa mereka keGunung yang telah dijanjikannya.
Kali ini sebelum pendakian menuju puncak Mahameru atau yang dikenal juga sebagai gunung Semeru, mereka (Bima,Rangga,Rei, Langen,Feby dan Fani) berkumpul dirumah Bima setelah membeli perlengapan dan…oke…tentu saja setelah melakukan ritual penyelamatan kepada Raden kita terhormat yang darah birunya kental sehingga membuat darah itu saking birunya terlihat berwarna HITAM! Yak! Bener banget ! Raden Ajeng Feby-yang dulu pernah berubah sementara, sekarang kembali kesifat ibu bangsawannya yang sedang berdiri memerhatikan wanita setengah baya yang sedang memasak didapur tanpa berniat membantu.
                “liat apa Fan?” tanya Langen disela-sela kesibukannya memasukkan barang-barang yang mereka butuhkan. Sejak sampai dirumah Bima tadi, aktifitas  Fani hanya satu, yaitu membaca lembar demi lembar kertas yang sekarang ada digenggamannya. Belum pernah Langen melihat Fani seserius ini dalam membaca sesuatu, baca buku mata kuliah aja dia jarang ngelihat, dan sekarang? Sebenarnya apa yang sedang dibacanya?. Lama tidak mendapat respon dari Fani, Langen menghentikan acara beres-beresnya, lalu menghampiri Fani yang sedang duduk manis di sofa ruang tamunya Bima. Sementara ketiga Pangeran itu, entah pergi kemana meninggalkan tiga orang cewek dirumah kediaman sang BIMASENA!
“oii! Fan! Budek lo ya? Gue tanya nggak jawab juga, elo baca apa sih serius amet” ujar Langen yang langsung mengambil kertas itu dari tangan si pemilik. Kontan, Fani langsung mengangkat wajahnya, memandangi Langen.kesal.
“La, elo apa-apaan sih, gue belum selese bacanya tau” keluh Fani sambil mencoba mengambil miliknya kembali.
“baca barengan aja” Langen segera duduk disofa disebelah tempat duduk Fani tadi, lalu membaca bagian depan kertas itu. “SEBUAH SISI LAIN DARI PUNCAK MAHAMERU”  Langen mengangkat alisnya, lalu menatap Fani dengan ekspresi bingung. Fani mengernyitkan dahi, mengetahui apa yang ada dipikiran Langen.
“apa? Itu gue temuin di Blog nggak tau namanya” jawab Fani tanpa ditanya terlebih dahulu.
“bukan itu, ini beneran? Gunungnya begini?” tanya Langen mengalihkan tatapannya kearah lembaran kertas setelah dibukanya lagi lembaran kedua.
“iyalah, elo nggak liat tuh sejarahnya? Baca dong! Liat nih!” Fani membuka lembaran selanjutnya, membacakan bagian dari sejarah kecil gunung itu. “setelah nakula dan sadewa tewas, si Arjuna juga ikut tewas karena kedinginan…” Fani tidak melanjutkan kalimatnya, melainkan menatap Langen, Ngeri. “bayangin deh, dia aja yang cowok,terus udah dari jaman kerajaan gitu tewas karena kedinginan? Gimana kita coba? Kebayang nggak sih?” tanya Fani lebih kepada dirinya sendiri, dia melanjutkan membaca kalimat selanjutnya. “Bi…” terdapat jeda, Fani memerhatikan sekelilingnya, memastikan tiga cowok itu belum kembali, setelah puas dengan keadaan disana, dia kembali memerhatikan kertas itu. “Bima yang merasa tubuhnya paling gede, karena kesombongannya juga tewas waktu nyampe sana!” Fani menatap Langen lagi. “gimana dong? Nasib kita gimana?” tanya Fani menatap hawatir kearah Langen.
“gue juga nggak tau, sejarah disitu udah jelas banget nyebutin orang kuat, lincah, atau kekar sekalipun bisa tewas sebelum sampe sana” jawab Langen menegaskan, dia terlihat sedikit hawatir seperti Fani.
“Baca apaan sih, serius amat?” tanya Rei yang tiba-tiba muncul entah dari mana datangnya dan langsung mengambil paksa kertas yang sedang didiskusikan oleh Langen dan Fani, sejenak, Rei membaca bagian depan judul kertas itu, lalu membuka lembaran demi lembaran. Tawa tak tertahankanpun menyembur keluar tanpa memerhatikan wajah hawatir didepannya. “ini..ini siapa yang punya?” tanya Rei masih tertawa.
“gue yang punya” ujar Fani kesal melihat tingkah laku Rei yang sudah keterlaluan, seakan-akan lembaran yang dipegangnya adalah  sebuah lelucon dari Abu Nawas.
“Bim, liat deh, apa yang istri elo baca” kata Rei, lalu melemparkan kertas itu kearah Bima yang sedang mendekat kearah mereka.  Bima menerima kertas itu. bingung. Mau nggak mau dia penasaran juga apa yang membuat Rei sampai tertawa sekeras itu. Bima melakukan hal yang sama, membuka kertas demi kertas, hanya saja responnya berbeda, dia memilih tersenyum selebar-lebarnya kearah Fani, lalu mendekati cewek itu.
“Fani sayaaaaang, untuk apa baca hal beginian?” tanya Bima yang langsung merangkul cewek kesayangannya itu.
“eh…yaaa…abisnya kamu nakutin sih, bilang  track-nya susah abis itu ngeluarin asep beracun lagi, kalo kehirup kan bisa langsung mati” jawab Fani seadanya, kembali Bima tersenyum lalu semakin mempererat rangkulannya.
“kalo mati, kita bisa mati sama-sama lo, pegangan tangan seperti romeo dan juliet” jelas Bima sambil tersenyum  penuh kemenangan. Berhasil membuat dua cewek didepannya menyesal telah menyetujui pendakian yang menurut mereka adalah menantang maut.
“Bima elo jangan nakutin cewek gue juga dong!” teriak Rei kepada Bima sambil menampilkan senyum jailnya, lalu merangkul Langen dan membawanya ketempat semula-tempat beres-beres tadi-. “jangan takut, ada aku yang jagain, okay?” kata Rei penuh sayang sambil menepuk pelan kepala Langen. Langen hanya bisa pasrah, lagipula dia juga pernah melakukan aksi menantang mautnya, dan kali ini dia juga pasti bisa melewatinya.
“sayang, seperti yang udah aku jelasin, tracknya emang susah, tapi percaya deh, pendakian kali ini bener-bener santai, enjoy deh” jelas Bima menghentikan senyum kemenangannya, jadi senyum lembut.
“Bim, tapi…gimana kalau disana ada apa-apa?” tanya Fani lagi, berusaha membatalkan acara yang imposible banget untuk dibatalin. Bima mendesah, lalu merengkuh Fani dalam dekapannya, diciumnya puncak kepala Fani dengan gemas sekaligus sayang.
“ck! Aku akan ngejaga kamu, tenang deh, lagipula Bima yang dimaksudkan disini…” Bima melepaskan pelukan itu lalu mengamati teks yang sepintas dibacanya itu, lalu menatap lurus-lurus kearah Fani. “Bima yang sombong, yang hanya mengandalkan kekuatannya, dan sekarang…Bima yang didepanmu ini berbeda dengan Bima yang sudah lama udah mati, Bima yang sekarang, akan selalu jagain kamu, jadi..jangan takut lagi yah?” Bima memegang kedua bahu Fani lalu mengecup keningnya.
“woi! Elo berdua mesraannya ditunda dulu gih! Tas elo nggak ada isinya tuh!” teriak Rangga yang sudah berdiri disamping Ransel-milik Bima dan Fani- bersama Feby yang memandanginya dengan heran. Dulu pemandangan seperti ini sangat langka dalam kehidupan Fani-Bima, namun sekarang? Pemandangan itu seperti menjadi biasa-biasa saja dan menjadi hal yang wajar.
***
                Setelah sampai di Ranu Pani, desa terakhir di kaki semeru-Di sini terdapat Pos pemeriksaan, terdapat juga warung dan pondok penginapan- mereka memutuskan untuk mengunjungi dua danau yang memang ada di desa ini, yakni danau Ranu Pani yang lebarnya sekitar 1 Ha dan danau Ranu Regulo yang lebarnya kurang lebih 0,75 Ha.
“gimana? Apa seperti yang kalian bayangkan sebelum berangkat tadi?” tanya Rei kepada dua cewek yang dengan girangnya merentangkan kedua tangan mereka, menikmati segarnya udara di sekitar danau Ranu Pani. Mereka berdua mengangguk tanpa menatap kearah Rei, mereka memejamkan matanya, menghirup udara bebas pegunungan yang jauh lebih nikmat dari pada polusi yang ada disekitar Ibukota kita itu.
Bima menepuk bahu Rei. “percuma, ntar aja deh ngomongnya, ikut nikmatin aja” kata Bima lalu merentangkan tangannya sambil berbaring direrumputan hijau menatap langit biru nun jauh disana. Rei mengikutinya. Sementara Rangga-Feby sedang asik berduaan ditepi danau, membicarakan entah apa, yang jelas mereka tampak sangat menikmati kebersamaan itu.
“Mas, danau ini indah ya? Hum….bedanya jau banget yah sama danau buatan” ujar Feby tersenyum sambil menatap Rangga.
“iyalah Feb, nggak akan sebanding walaupun kamu buat danau di sekitar rumahmu” jawab Rangga balas tersenyum. Feby mengalihkan pandangan kebelakang mereka, berdiri Fani dan Langen, dan dua cowok yang tengah berbaring.
“senang melihat mereka seperti itu, sukur ya Mas, nggak ada ribut-ribut lagi, tapi bosen juga kalo mereka mesraannya segitunya, tanpa memikirkan Sikon dulu” ujar Feby berpendapat, Ranga hanya bisa tersenyum mendengarnya.
“mau seperti itu? kita juga bisa semesra mereka?” goda Rangga sambil tersenyum jail kearah Feby. Feby memukul lengannya pelan.
“Mas Rangga!” bentak Feby sedikit mengeraskan volume suaranya.
“iya deh, Maaf, udah..mereka jangan diurusin lagi ya” ujar Rangga lalu kembali dengan aktivitasnya semula.
Setelah merasakan keindahan pertama di gunung itu, mereka melanjutkan perjalanan, menuju gapura “selamat datang”, terus kekiri menuju perbukitan, disini juga terdapat jalan pintas yang biasa dilalui oleh pendaki local,yang tentu saja curam. Dan untuk kali ini mereka tidak akan menggunakan jalur itu, karena sekarang bukan seperti pendakian sebelumnya yang menguras energy dan emosi, pendakian sekarang akan berjalan santai tanpa memperhitungkan waktu lagi.
                Jalur awal landai, menyusuri lereng bukit yang didominasi dengan tumbuhan alang-alang. Tidak ada tanda penunjuk arah jalan, tetapi terdapat tanda ukuran jarak pada setiap 100m. Banyak terdapat pohon tumbang, dan ranting-ranting diatas kepala.
Setelah berjalan sekitar 5 Km menyusuri lereng bukit yang banyak ditumbuhi Edelweis, Bima menghentikan langkahnya, berjalan menuju kearah bunga edelwis yang tumbuh didekitar mereka, lalu mengambil empat tangkai bunga itu dan menyerahkannya kepada Fani.
“Fan! Sini deh, dulu… aku selalu ngasih kamu bunga ini di rumah, dan sekarang…bunga ini asli baru dipetik, jadi… harus kamu simpan, okay?” tanya Bima sambil memberikan bunga itu kepada Fani. Fani mengangguk lalu tersenyum manis kearah Bima.
“Ehmmm…” tanpa diduga Langen dan Feby berdeham bersamaan, mereka saling pandang lalu tersenyum kikuk.
Seolah mengerti Rei dan Rangga melakukan hal yang sama, memetikkan dua helai bunga kepada pasangan masing-masing. Setelah melaksanakan ritual pemberian bunga kepada masing-masing pasangan mereka melanjutkan perjalanannya.
Setelah melewati lereng bukit itu,lalu akan sampai di Watu Rejeng. Disini terdapat batu terjal yang sangat indah dan Pemandangan yang juga sangat indah ke arah lembah dan bukit-bukit  yang ditumbuhi hutan cemara dan pinus. Kadang kala juga dapat menyaksikan kepulan asap dari puncak semeru. Kemudian menuju Ranu Kumbolo yang juga tidak kalah indahnya dengan danau-danau yang telah mereka lewati.
Di Ranu Kumbolo mereka beristirahat dan mendirikan tenda, disini juga terdapat shelter (pondok pendaki), mereka tidak akan meninggalkan keindahan yang telah disediakan di gunung ini. Bima, Rei dan Rangga mendirikan tenda sementara tiga cewek itu memasak untuk makan malam nanti, karena tidak mungkin mereka akan melanjutkan perjalanan  malam-malam begini, karena kalau ia, tujuan utama mereka tidak akan tercapai, karena pada pagi harinya dari sela-sela bukit dapat menyaksikan  matahari terbit yang tak kalah indahnya dengan Sunrise yang ada dipantai.
***
Paginya, Setelah puas menikmati SunRise yang sangat indah, walaupun memang lebih indah dipantai daripada disela-sela perbukitan seperti ini,mereka meninggalkan Ranu Kumbolo dan akan mendaki bukit terjal setelahnya, dengan pemandangan yang sangat indah di belakang ke arah danau.
“kalian bertiga jangan liat kearah belakang aja, didepan juga nggak kalah indahnya, sini deh” ajak Rangga kepada tiga cewek yang masih terpana dengan keindahan yang ada di Ranu Kumbolo, mereka membalik badannya lalu menuju tiga cowok yang tidak terlalu jauh dari arah mereka.
Bima menatap tiga cewek yang ada dibelakangnya, lalu melangkah kesamping, menyisikan ruang untuk ketiga cewek itu agar berdiri sejajar dengannya,dengan Fani berdiri tepat disamping kirinya,diikuti oleh Lngen dan Feby. “Di depan bukit itu ada padang rumput luas, namanya oro-oro ombo” kata Bima menjelaskan sambil menunjukkan arah yang dimaksud. Oro-oro ombo itu dikelilingi oleh bukit dan gunung dengan pemandangan yang sangat indah,  padang rumput luas dengan lereng yang ditumbuhi pohon pinus seperti di Eropa. Dari balik Gunung Kepolo tampak puncak Gunung Semeru menyemburkan asap wedus gembel.
“itu gas beracunnya?” tanya Fany mendongak kearah Bima, Bima menatapnya lalu tersenyum.
“yah,tapi masih ada yang lebih mematikan daripada itu” jawab Bima sambil tersenyum, sementara Fany sudah bergidik ngeri mendengar kata Kematian yang diucapkan Bima. Rei meliriknya kesal, sudah berapa kali diperingatkan kepada cowok itu supaya tidak membicarakan hal yang akan membuat ketiga cewek itu tegang. “tenang aja sayaaang, yang peting nikmatin aja ya” ucap Bima menenangkan lalu merangkul Fany sambil menikmati udara pagi pegunungan.
Setelah itu, mereka memasuki hutan Cemara yang terkadang dijumpai burung dan kijang. Daerah ini dinamakan Cemoro Kandang. Dari cemoro kandang, mereka akan sampai di Pos Kalimati yang berada pada ketinggian 2.700 m, disini juga dapat mendirikan tenda untuk beristirahat. Pos ini berupa padang rumput luas di tepi hutan cemara, sehingga banyak tersedia ranting untuk membuat api unggun.
“istirahat disini dulu, sorenya baru ngelanjutin perlanjalan” kata Bima yang bertindak sebagai pemandu.
“kenapa?” tanya Langen kemudian
“karena kita sampai di Arcopodo siang hari, kalau siang hari anginnya cendurung ke arah utara menuju puncak membawa gas beracun dari Kawah Jonggring Saloka.” Jawab Rei yang bertindak menjadi juru bicaranya Bima untuk menjawab pertanyaan dari ceweknya sendiri.
Di Kalimati dan di Arcopodo banyak juga terdapat tikus gunung. Untuk menuju Arcopodo berbelok ke kiri (Timur) berjalan sekitar 500 meter, kemudian berbelok ke kanan (Selatan) sedikit menuruni padang rumput Kalimati. Arcopodo berjarak 1 jam dari Kalimati melewati hutan cemara yang sangat curam, dengan tanah yang mudah longsor dan berdebu. di Arcopodo juga terdapat tempat untuk berkemah, tetapi dengan kondisi tanahnya kurang stabil dan sering longsor, sebaiknya niat untuk berkemah disini, diurungkan saja dan juga Sebaiknya menggunakan kacamata dan penutup hidung karena banyak abu beterbangan. Arcopodo adalah wilayah vegetasi terakhir di Gunung Semeru, selebihnya akan melewati bukit pasir.
***
                Jam setengah empat, mereka kembali melakukan perjalan menuju puncak Mahameru, diperlukan waktu 3-4 jam untuk sampai disana dari Arcopodo, mereka akan melewati bukit pasir yang curam yang mudah merosot dan diperlukan kehati-hatian untuk melewatinya. Bima mengambil waktu pada jam setengah empat agar tidak melewatkan sesuatu yang menakjubkan dari gunung itu sendiri.
                Kemampuan cewek memang tidak sebanding dengan yang dimiliki oleh makhluk Tuhan yang berkelamin cowok! Disepanjang perjalan ada kalanya diantara cewek tiga itu sering tersandung, atau bahkan bisa robah sewaktu-waktu, terutama Raden Feby yang terhormat, walaupun pernah melakukan pelatihan sebelumnya, kekuatan mereka belum bisa menyeimbangi ketiga cowok itu, maka dari itu tiga cowok itu selalu bersiap untuk menolong mereka kalau sewaktu waktu mereka akan roboh, dan untuk perjalanan kali ini, benar-benar menguras energy, tak ayal beberapa kali mereka beristirahat dibawah pohon rindang yang tanahnya tidak terlalu curam.
Lama berjalan akhirnya apa yang ditunggu-tunggu mereka telah terbit menampakkan keindahan langit yang dipadukan warna jingga dari matahari yang sedang tenggelam, mereka menaiki bukit untuk memperindah pemandangan yang mereka liat, dua gunung yang menjulang tinggi menembus awan, dan asap yang hampir selalu mengepul dipadukan oleh keindahan Sunset.
“suka?” tanya Bima berdiri disamping Fani yang sedang menikmati pesona alam di puncak Semeru. Fani mengangguk tidak bisa berkata-kata lagi karena kagum, pemandangan didepannya sangat eksotis, ingin rasanya dia mempunyai rumah di puncak semeru supaya bisa menikmati alam bebas sepuasnya.
“tunggu disini ya, kami mau cari kayu bakar” ujar Rei kepada mereka bertiga, Langen dan Fani mengangguk cepat. Sementara Febi memilih mengikuti sang pujaan hati.
“aneh tuh cewek, pergi cari kayu aja harus ikut” komentar Langen melihat kepergian keempat cowok itu.
“iyya, kaya’nya profesi kita udah berubah dari mahasiswa jadi penjaga tenda” Fani menggeleng lalu tersenyum simpul.
“kita sih masih mending, dari pada mereka? Pemulung kayu!” Langen tertawa mendengar kalimat yang diucapkannya sendiri.
“ketauan Rei, baru tau rasa lo” ujar Fani ikut tertawa kecil, mereka berdiri tidak jauh ditenda, masih menikmati keindahan Mahameru di malam hari.
“elo cewek yang waktu itu kan?” tanya salah seorang pendaki yang semula berdiri tak jauh dari dua cewek itu, sekarang tepat berada disamping Langen dan Fany.
Mereka menoleh kearah cowok tadi, mereka mundur kebelakang tersentak kaget mengingat wajah didepannya, rombongan pendaki yang sempat melihat-apa yang seharusnya hanya boleh dilihat oleh Bima dan Rei-mereka melakukan aksi gila-gilaan yang menyebabkan perang hebat antara kubu Bima-Rei dengan Langen-Fani.
“yak! Bener kan? Nggak salah lagi!” cowok itu tersenyum kearah dua cewek itu, lalu menoleh kearah teman-temannya. “woii! Ada cewek yang waktu itu! sini! Cepetan!” teriak cowok itu lagi kepada empat temannya yang sedang melakukan aktifitas masing-masing, ada yang memasak air, makan, dan kegiatan lainnya, ada juga yang memang-entah melamunkan apa-hanya duduk santai didepan api unggun.
Mendengar teriakan panggilan dari temannya, empat cowok itu menoleh, seakan mengerti dengan kedipan mata temannya-cowok disamping Langen dan Fani-mereka menghentikan aktivitasnya semula lalu berjalan bersamaan menuju asal suara.
Dan, okay..yang satu ini jangan ditanya lagi, wajah kedua cewek itu sudah memerah karena malu, ingin rasanya mereka menceburkan diri kedalam kawah Semeru itu untuk menutupi wajah mereka.
“La, gimana nih, sumpah! Suer! Tekewer-kewer dah! Gue?! Asli! Malu banget!” ujar Fani didepan telingan Langen sambil menatap sekeliling mereka. Tidak ada sama sekali tanda-tanda kemunculan tiga cowok dan satu cewek yang entah pergi kemana sejak tadi, meninggalkan mereka berdua dengan tugas yang paling mulia yaitu menjaga tenda dari serangan iblis seperti nyamuk atau binatang membahayakan atau bisa juga dari pencuri yang itupun kalau ada yang berminat mengambil sisa makanan dari ransel mereka. Hubungan Feby-Rangga-sejak kejadian waktu itu-semakin lekat saja, seolah tidak bisa dipisahkan, kemanapun Rangga atau Feby pergi, mereka akan selalu bersama dan jadilah sekarang dia juga menyibukkan diri untuk mengikuti calon suaminya MAS RANGGA untuk pergi entah kemana.
“sama! Gue juga malu! Banget malah, empat manusia itu kemanasih?” tanya Langen mengikuti arah pandang Fani mencari-cari tanda kehidupan empat orang dari kubu mereka. Lama menengok kiri-kanan-depan-belakang yang dicari tidak muncul-muncul juga.
“wow! Nggak nyangka ya? Kita bisa ketemu lagi” ujar salah satu cowok paling tinggi diantara teman-temannya yang sudah tiba ditempat mereka.
“suer deh, kalian berdua…” salah satu dari mereka-cowok yang memakai mantel coklat- mengedipkan mata kearah teman yang lainnya, mengisyaratkan agar melanjutkan aktivitas barunya-menggoda dua cewek didepannya-.
“Menggiurkan! ” ujar yang lainnya dengan senyum semerekah Raflesia Arnoldi!
“nggak berminat buka-bukaan lagi nih? Mumpung nggak banyak orang lo” tawar cowok yang paling tinggi itu sambil berjalan mendekati Fani.
“kalian jangan kurang ajar ya!” Fani memberanian diri untuk melawan karena cowok tinggi itu semakin mendekeat kearahnya. Bima! Kamu dimana sih! Keluhnya dalam hati.
“kurang ajar? Yok! Kita kurang ajar ya?” tanya cowok yang merasa tersinggung dengan ucapan Fani kepada salah satu temannya.
Cowok yang bernama Yoyok itu tersenyum sinis. “gitu? Bukannya yang kurang diberi ajaran itu, elo berdua?” tanyanya balik
“heh! Jaga ucapan lo!” bentak Langen mulai emosi, mulai mempertahankan harga dirinya sebagai pewaris IBU KITA KARTINI.
“cewek manis kaya’ elo berdua nggak boleh lo ngasarin orang… cocoknya MANISIN ORANG!” kata cowok yang senyumnya semerakah Raflesia Arnoldi itu sambil menekankan dua kata terakhirnya itu, dia mengeluarkan tawa kecil dari mulutnya, menatap Langen dengan sorot mata meremehkan, dia berjalan, melangkah mendekati Langen. “Yok! Gue mau yang ini! Lebih seksi!” ujarnya lagi tanpa menoleh kearah temannya. Sekarang cowok itu tepat berada didepan Langen, menutupi semua pandangannya dengan tubuh kekar didepannya.
Rei!tolongin! teriaknya dalam hati, berharap pacarnya itu segera membawanya keluar dari situasi ini.
Wajah dua cewek itu memucat karena takut, ditambah dinginnya malam yang merayapi tubuh dan membuat aliran darah mereka seolah membeku.
“yah kalo elo ambil semua, gue dapet yang mana dong?” tanya Yoyok kepada dua cowok yang sudah menuju mangsa masing-masing.
“jadi penonton aja Yok!” sahut teman yang berdiri disampingnya. Yoyok mengangguk lalu tersenyum sinis.
Ini balasan karena cowok kalian udah berani macem-macem sama gue!
                Cowok tinggi itu menggerai rambut Fani, lalu menciumnya helai demi helainya. Dengan cepat Fani menepis tangan cowok itu, lalu mendorongnya kebelakang.
“elo jangan berani macem-macem ya!” ancamnya. Cowok itu menatap lurus kearah Fani, tanpa diduga dia langsung menarik Fani lalu memeluknya erat, Fani berusaha melepaskan diri, Langen yang melihat kejadian itu juga berusaha menolongnya. Tidak lama kemudian cowok yang tadi berada didepan Langen berusaha menciumnya.
“woi! Brengsek!” teriak Bima yang baru sampai ditempat kejadian, dia membuang begitu saja kayu bakar yang dibawanya, bersama Reid an Rangga, mereka menghajar satu-satu dari lima orang itu, menghujaninya dengan pukulan yang tak termaafkan. Setelah lima orang itu memutuskan untuk menyerah, mereka melarikan diri kearah tenda yang tidak terlalu jauh dari tenda milik Bima dan yang lainnya.
                Mereka menuju pasangan masing-masing.
“Rei…” sebelum Langen sempat meneruskan kalimatnya Rei langsung membenamkan wajahnya Langen didadanya. Rei memilih diam, tidak ingin mengatakan apa-apa, dadanya sesak melihat Langen diperlakukan seperti itu.
Sementara itu, Fani langsung memeluk Bima ketika cowok itu sudah berdiri depannya. “kenapa pergi? kenapa telat dateng!” tanyanya disela-sela tangisnya, Fani mengalungkan tangannya dileher Bima menyembunyikan wajahnya disana. Tadi, dia sangat ketakutan, dia tidak tau harus bagaimana, selain mereka dan lima cowok itu, tidak ada lagi yang memasang tenda disana. “a…aku nggak tau apa yang terjadi kalau kamu nggak dateng”.
Hati Bima terasa sakit mendengar kata-kata yang keluar dari cewek yang tidak lama menjadi miliknya itu, dia menyesali perbuatannya sendiri, meninggalkan cewek itu ditempat yang baru dikunjunginya. “udah! Jangan bicara lagi, aku minta maaf” kata Bima merasa bersalah, sambil mengelus kepala Fani. Fani mengurai pelukannya, menatap Bima dengan eksprsi memohon, memohon agar dia tidak meninggalkannya lagi. Bima menyeka air mata Fani.
“janji ya? Jangan tinggalin aku lagi”
Bima diam, tidak menjawab permintaan Fany, dia hanya menatap lurus kearah bola mata cewek itu, tanpa diduga, Bima menarik Fani, menguncinya dalam pelukannya. Rasa bersalahnya membuatnya tidak ingin jauh lagi dari cewek itu.
“ayo makan dulu” ajak Febi yang sudah menyiapkan makanan bersama Rangga.
                ***
                Sejak kejadian diganggunya dua cewek itu, Bima-Rei memilih untuk diam, tidak ingin berbicara panjang lebar dengan pasangan masing-masing.
“yang! Dari tadi diem mulu, kenapasih?” tanya Langen menepuk pelan bahu Rei. Rei menoleh dan hanya menyunggingkan senyum tipis diwajahnya, dari bola matanya terpancar raut kekecewaan yang masih belum bisa diikhlaskan sampai sekarang, begitu juga dengan Bima, sifat dua cowok itu benar-benar aneh, padahal sebelumnya mereka tidak pernah seperti ini, apalagi alasan yang membuat mereka tidak ingin berbicara dengannya? Mereka sudah berdamai dan saling memaafkan, tapi sekarang? Ada apa dengan dua cowok itu?
“Kita turun sekarang” kata Bima dingin.
“Rei, kenapa nggak bicara-bicara juga? Kamu marah? Karena apa?” tanya Langen yang masih tidak terima didiamkan seperti itu.
“sepertinya keadaan berbalik lagi Feb” kata Rangga menoleh kearah Feby yang bersiap untuk turun disampingnya. Feby mengangguk.
“iya Mas, udah deh, bosen aku liat mereka seperti itu terus, mereka bukan anak kecil lagi, dan sekarang saatnya mereka untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri” ujar Feby yang disambut dengan anggukan persetujuan dari Rangga.
“Ya udah, kita turun duluan aja, biar mereka belakangan” Rangga merangkul bahu Feby, lalu berjalan mendahului Bima.
“Bim, dari tadi kamu nggak berminat nih ngambil foto kita disini, pemandangannya lagi bagus lo…” goda Fani meraih lengan Bima, Bima menoleh, dilepaskannya genggaman Fani dari lengannya,dengan cepat diciumnya kening gadis itu lalu ditepuknya kepala Fani pelan, Fani hanya bisa melongo heran dengan yang dilakukan Bima padanya, tanpa tersenyum seperti biasanya, Bima berjalan, memimpin untuk turun dari puncak semeru ini. Rei mengikuti tanpa menjawab pertanyaan Langen.
“Rei, kamu kenapasih?!” tanya Langen yang sudah tidak sabar dengan perilaku Rei yang menurutnya kekanakan itu.
Rei mendesah, lalu menatap kearah Langen “aku belum bisa nerima itu, setiap mikirin apa yang udah kamu lakuin digunung dulu…itu sebabnya kan? Udah berapa kali aku peringetin jangan melakukan hal itu, dan kamu masih saja terus….hmmm…udah lah, ayo pulang” Rei berbalik lalu mengikuti Bima.
“Fan, kenapa kaya’ gini lagi?” tanya Langen menatap sedih sahabatnya. Sepertinya Rei lah yang paling terhina oleh kejadian itu. Fani merangkul Langen.
“nggak tau juga La, elo liat sendiri kan? Bima juga kaya’ gitu” keluh Fani “mending ikutin mereka ja dulu, ayo” ajak Fani kepada Langen
“aduh! Bentar Fan! Perut gue sakit banget!” langen menundukkan tubuhnya sambil memegangi perutnya yang sakit.
“loh? Tadi nggak kenapa-kenapa? elo lagi Mens ya?” tanya Fani yang ikut menunduk untuk melihat raut wajah Langen.
“iya nih! Sumpah, perut gue sakit banget!” rintih Langen, dia tertuduk, masih memegangi perutnya.
“aduh, gimana dong, obatnya ada di Ransel yang dibawa Bima, eh ya…bentar deh, tunggu disini,gue nyusul Bima bentar” tanpa menunggu respons Langen, Fani berlari dikegelapan malam, menjejari langkah panjang cowok yang tidak jauh dari mereka.
“Bima! Rei! Tunggu!” kata Fani sedikit mengeraskan suaranya. Namun tidak ada jawaban dari dua orang didepan, Fani mempercepat langkahnya tidak peduli dengan jalan terjal yang dilewatinya. “Bim! Bima! Aww!” saking cepatnya berlari di jalan menurun itu, Fani tersandung oleh ranting patah yang berserakan disekitar jalur pendakian. Fani berguling ditanah, tidak bisa menolong dirinya sendiri, tubuhnya dengan mudah melayang jatuh, ketika keseimbangannya sudah tidak bisa dijaga lagi. Bima menghentikan langkahnya lalu menoleh kearah suara gaduh dibelakangnya. Tanpa berpikir lagi, Bima berlari kearah Fani yang tertelungkup di lereng gunung.
“fan…kamu…kamu nggak apa-apa?” tanya Bima hawatir, Bima memegang bahu Fani, menempelkan tangannya diwajah cewek itu. Fani yang kesal dengan tingkah Bima sebelumnya, menepis paksa tangan yang menyangganya itu.
“kenapa kamu egois sekali!” bentak Fani sambil memukul dada cowok itu, air matanya sudah metes, bukan hanya karena perilaku Bima yang aneh, melainkan karena perihnya luka yang berada disekitar tubuhnya.
“Fan? Elo nggak apa-apakan?” tanya Rei yang baru saja sampai ditempat Fani. Dengan kesal Fani mendongak menatap tajam kearah Rei.
“apa-apa lah?! Begok banget sih lo!”
Kalimat tadi membuat Bima tertawa kecil. “kenapa ketawa? Lucu kalo ngeliat aku jatuh!” bentak Fani lagi, Bima menghentikan tawanya, berbalik menatap tajam kearah Fani, Fani mengalihkan tatapannya kearah Rei, dia masih belum berani membalas tatapan Bima. “Langen sakit tuh, elo berdua emang nggak punya perasaan!” tegas Fani lebih menyalahkan Bima namun Rei lah yang menjadi korban kambing hitam Fani. Tanpa memperdulikan ucapan Fani, Rei berlari menuju tempat mereka semula.
“udah berhenti marahannya?” tanya Bima menatap Fani dingin.
“walaupun aku jatuh ke jurang juga kamu nggak akan pedulikan?!” tanya Fani menatap kearah lain.
“loh? Kamu bicara sama siapa yang? Aku ada didepan lo bukan disamping kamu” tanya Bima dengan seulas senyum geli tersungging dibibirnya. Fani menatapnya kesal.
“iya! Aku bicara sama makhluk gede berbulu seperti manusia kingkong!” ujar Fani yang setelah mengatakan hal seperti itu, langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
“ulangi? Kamu bilang apa?” Tanya Bima tak kalah dingin dengan udara malam yang menusuk tulang. Bima mengangkat dagu Fani menjajarkannya dengan wajahnya. “liat sini” dengan terpaksa Fani menatap takut-takut kearah Bima.
“aku juga sama seperti Rei, masih belum terima kalau sesuatu yang hanya boleh aku lihat harus ikut dinikmati oleh orang lain” jelas Bima dingin.
“kamu kira?! Karena siapa kami melakukan hal ini? Dan kami berusaha meminta pertolongan kalian, tapi apa yang kalian lakukan?, dan tadi…aku hampir putus asa karena kamu! Sewaktu digangguin tadi?! Kamu nggak ada…aku nggak bisa ngelawan Bim! Dan sekarang kalian malah marah-marah, apa ini balesannya?” air matanya sudah jatuh tanpa dikomando. “kenapa kalian egois sekali?!”
Bima meraih Fani dalam pelukannya, menyesali hal yang membuatnya melakukan kesalahan lagi dengan membiarkan cewek didepannya menangis karenanya.
“Maaf, maaf karena aku belum bener-bener nerima semuanya Fan, udah ya? Jangan bicarain itu lagi, aku minta maaf…” Bima mengurai pelukannya, menatap lembut kearah Fani. Bima duduk membelakanginya. “ayo naik, kita ke Langen, kasian dia”. Fani mengangguk, tidak ada gunanya, membahas masalah yang telah lewat, karena itu akan membuat masalah baru yang tidak ada habisnya.
“kamu berat juga ya?” tanya Bima yang sudah mulai berjalan menaiki lagi puncak semeru untuk membantu salah satu dari mereka.
“La? Kamu kenapa?” tanya Rei yang sudah sampai di tempat Langen meringkuk kesakitan.
“sakit perut!” jawab Langen sambil merintih kesakitan.
“olesin minyak kayu putih dulu ya? Persedian obatnya udah habis nih” Rei buru-buru menyerahkan minyak kayu putih itu kepada Langen. Langen menerimanya, lalu mengusapkan minyak itu disekitar perutnya.
“La, maaf ya?, aku menyesal, aku tau aku egois sekali, maaf banget La…” Rei menatap bersalah kearah Langen. Langen menghirup dalam-dalam udara pegunungan lalu menghembuskannya, ditatapnya Rei dengan mata yang berkaca-kaca.
“aku ngerti Rei, tapi bisa nggak kamu juga ngertiin aku, seperti yang udah aku jelasin dulu, aku…”
Rei menempelkan telunjuknya dibibir langen, mengisyaratkan agar dia tidak melanjutkan kalimatnya lagi. Setelah itu Rei memeluknya erat, membenamkan wajah cewek yang sangat dicintainya itu didadanya.
“aku yakin mereka bisa menyelesaikan masalah mereka sendiri” Febi menatap Rangga, mereka memang endengar sesuatu yang terjadi dibelakang mereka, namun mereka memilih untuk tidak ikut campur lagi kali ini. Rangga mengangguk. Masalah baru akan timbul apabila masalah yang memang sudah pantas untuk dilupakan dan dijadikan pelajaran diungkit kembali, karena hal itu hanya akan membuat kekecewaan yang mendalam J